MKD Perlu Kerja Sama dengan Aparat Penegak Hukum
Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI Muhammad Syafi’i foto : Ayu/mr
Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI Muhammad Syafi’i menjelaskan, dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya dalam menjaga keluhuran martabat dewan, MKD dapat bekerja sama dengan lembaga lain, termasuk aparat penegak hukum. Meski demikian, pihaknya tidak akan saling mengintervensi terhadap perkara yang tengah ditangani keduanya.
Syafi’i menambahkan, MKD dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang dapat bekerja sama dengan lembaga lain, sebagaimana ketentuan pasal 122A Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
“Kerja sama di sini dapat dilakukan terutama dengan lembaga yang terdapat irisan dalam pelaksanaan tugas masing-masing. Salah satu lembaga yang sering terdapat irisan dalam pelaksanaan tugas adalah lembaga penegak hukum, yang diantaranya adalah Kepolisian RI dan Kejaksaan,” jelas Syafi’i, atau yang akrab disapa Romo ini saat kunjungan kerja MKD DPR RI ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kamis (12/7/2018).
Oleh karena itu, lanjut Romo, MKD perlu terus melakukan sosialisasi ke seluruh aparat penegak hukum. Salah satunya untuk memudahkan bagi MKD dalam penyelidikan, mendapatkan informasi dan mendapatkan data, serta memanggil pihak-pihak penegak hukum untuk menjadi saksi dalam rangka menyelesaikan perkara atas diri Anggota DPR RI, baik perkara aduan atau tanpa aduan.
“Tanpa sosialisasi yang merupakan salah satu bentuk pencegahan ini, mungkin aparat penegak hukum di daerah tidak paham jika suatu saat mereka dipanggil dan harus memberikan data dan informasi yang diperlukan terkait perkara pelanggaran kode etik yang sedang ditangani MKD atas diri seorang Anggota DPR RI misalnya,” papar Romo.
Selain itu, politisi dari Fraksi Partai Gerindra ini juga meminta bantuan aparta penegak hukum di daerah jika ada Anggota DPR RI di daerah pemilihannya (Dapil) yang terindikasi melakukan pelanggaran hukum, maka tidak segan-segan untuk melaporkannya ke MKD. MKD memiliki sistem penegakan kode etik.
“Melanggar hukum maka sudah pasti terjadi pelanggaran kode etik. Namun pelanggaran kode etik belum tentu terjadi pelanggaran hukum. Misalnya, ada Anggota DPR RI yang ketahuan ‘dugem’ di salah satu diskotik. Tidak ada pelanggaran hukum di situ, namun saat itu terjadi pelanggaran kode etik,”tegasnya.
Meski demikian, Anggota Komisi III DPR RI itu meyakini bahwa pihaknya tidak akan saling mengintervensi. Baik itu terkait proses hukum yang tengah dilakukan aparat penegak hukum. Maupun proses penegakan kode etik yang tengah dilakukan oleh MKD terhadap diri seorang Anggota DPR RI. (ayu/sf)